Corona Membunuh, UKT Memperburuk
CORONA MEMBUNUH UKT MEMPERBURUK
Oleh : Paolina Buton
(Mahasiswa jurusan manajemen semester IV)
Di era pandemic seperti ini harga emas melorot, dolar menurun, rupiah melemah ekonomi terpuruk namun UKT mempersulit.
PSBB yang diterapakan diberbagai daerah menyebabkan sector perekonomian menjadi berjalan tidak semestinya, banyak PHK yang dilakukan,pembatasan gerak manusia pun terjadi demi memutus mata rantai penyebaran corona. Masjid ditutup, mall dilockdown, perkuliahan diganti dengan daring, pertemuan yang mulanya offline bertransformasi menjadi online, biaya kuliah yang semula berbentuk UKT kini ditambah dengan pembiayaan kuota, apakah pihak birokrasi tidak dapat mengetahuinya ? mungkinkah pihak accountan perlu bantuan dalam mengkalkulasi realita dari pembiayaan mahasiswa untuk mengikuti perkuliahan di era sekarang ? jikalau demikian adanya, mari bersama sama kita bantu pihak accontan dalam melaksanakan pekerjaan mereka.
Hampir 90 % mahasiswa UIN Alauddin Makassar bertempat tinggal di daerah yang jauh dari perkotaan,yang mana sebagian besar dari mereka hanya mempunyai satu koneksi jaringan internet yakni telkomsel, menggunkan telkomsel untuk mengakses internet bukanlah perkara yang gampang. siapa di sini yang tidak tahu tentang betapa mahalnya harga kuota telkomsel ? jikalau anda beruntung, kartu perdana anda akan memberikan tawaran paket combo sakti telkomsel dengan besaran kouta 15 GB seharga Rp 85.000 dengan masa aktif paket berlaku 1 bulan.Ini adalah paket termurah yang ditawarkan telkomsel kepada para pelanggannya yang memiliki nasib baik, mengapa demikian, ya jelas karena tidak semua kartu perdana telkomsel dapat mengakses paket combo sakti tersebut, itulah mengapa banyak dari para mahasiswa yang bahwakan harus mengeluarkan biaya Rp 150 hingga Rp 200.000 setiap bulannya untuk mebeli paket internet dengan harga selangit tersebut, ini adalah realita yang dirasakan dan bukan merupakan spekulasi tanpa dasar, biaya ini merupakan biaya yang real, yang sedang di alami oleh para mawasiswa.
Apabila dalam sebulan biaya yang timbul untuk kuota adalah sebesar Rp. 200.000 maka untuk satu semesternya yakni 4 bulan perkuliahan, maka besarnya biaya yang timbul untuk pembelian kuota internet adalah senilai Rp 800.000, lantas bagaimanakah nasib para mahasiswa yang berlatar belakang ekonomi kurang mampu, yang mana untuk mahasiswa dengan UKT golongan 1 harga kouta adalah 2 kali lipat besarnya dari biaya UKT setiap semesternya, lantas haruskah UKT tetap dibayarkan dengan nominal yang tidak berubah ditengah cekikan pandemic serta beratnya tuntutan online untuk mengakses perkuliahan ?
UKT dibayar sebagai syarat untuk mengikuti perkuliahan, akan tetapi di masa seperti ini kouta internet lah syarat yang paling mutlak bagi mahasiswa apabila ingin mengakses perkuliahan, tanpa kouta tidak akan ada proses perkuliahan, lantas apakah salah jika mahasiswa meminta keringanan UKT untuk semester berikutnya ? apakah salah jika sebagian dari nominal UKT di gantikan untuk pembiayaan kouta? Bukankah syarat perkuliahan juga telah digantikan dengan hadirnya kouta ?, UKT dengan nominal yang sama hanya akan menimbulkan kenaikan pembayaran secara tidak langsung, mari direnungkan bersama ? UKT yang semula Rp 2.750.000 kini telah berubah menjadi Rp 3.550.000 ketika mahasiswa mau mengikuti perkuliahan. Apalah daya orang tua dirumah, tanpa daya haruslah memutar otak kembali demi mengumpulkan pundi pundi rupiah untuk pembiayaan kuliah anaknya yang kini di naikan UKT nya secara tidak langsung oleh para birokrat yang kunjung tidak memberikan kebijakan subsidi UKT, apalah daya nasib orang tua ku yang mesti memikul beban ini, ya Allah semoga para birokrasi terbuka hatinya hingga bisa merasakan penderitaan orang tua kami dirumah.
Corona ganas sebab membunuh secara langsung, namun UKT lebih jahat karna membunuh secara diam-diam.
Corona ganas sebab membunuh secara langsung, namun UKT lebih jahat karna membunuh secara diam-diam.
Komentar
Posting Komentar